Gerakan Jumsih di Wilayah

Aries Ariandi,S.IP., M.Si., Sekmat Lembursitu memberikan arahan terkait Jumsih di Kecamatan Lembursitu

Dalam rangka Menindaklanjuti Instruksi Wali Kota Sukabumi Nomor 188.55/3-DLH/2018 tentang pelaksanaan Kegiatan Jumat Bersih di Kota Sukabumi, Kecamatan Lembursitu Menggalakan Jumat Bersih (Jumsih) dalam rangka mewujudkan Lembursitu Bersih.

Pencanangan dan kegiatan Jumsih yang dimulai dari karyawan dan karyawati Kecamatan dan Kelurahan serta elemen masyarakat se Kecamatan Lembursitu ini merupakan upaya mengembalikan kembali budaya masyarakat kecamatan Lembursitu kota Sukabumi menjadi masyarakat yang peduli lingkungan.

Dalam sambutan saat apel pagi sebelum pelaksanaan Jumsih, Sekretaris Kecamatan Lembursitu, Aries Ariandi, S.IP., M.Si.  menegaskan melalui kegiatan nyata ini tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan menjaga kebersihan lingkungan.

Kegiatan menggiatkan kembali Jumsih ini merupakan awal dan akan menjadi agenda khusus dalam rangka mewujudkan Kecamatan Lembursitu bersih.

Karyawan dan Karyawati Turun Ke Lapangan

Dalam penyelenggaraan Jumsih pada tanggal 16 November 2018, karyawan dan karyawati Kecamatan dan Kelurahan turun langsung ke lapangan. Gotong royong dari kegiatan tersebut diperlihatkan oleh masyarakat Lembursitu.


Lokasi Kegiatan

Beberapa warga Lembursitu menyebutkan, kegiatan Jumsih merupakan hal positif dan patut dipertahankan apalagi di musim penghujan ini dapat saja sampah plastik mengotori jalanan sebagai akibat masih banyak warga di hulu sungai membuang sampah ke selokan.


Karyawan dan Karyawati Kecamatan dan Kelurahan memberishkan trotoar dan bahu Jl. Pelabuan II, Lembursitu


Gotong Royong Harus Dihidupkan Kembali

H. Andri Hamami dalam acara Rapat Koordinasi Penataan Lingkungan dengan beberapa dinas terkait pada tanggal 08 Oktober lalu.


Kegiatan Jum'at Bersih atau Jumsih merupakan salah satu bentuk gotong royong yang sudah harus mulai digalakkan kembali. Dalam beberapa kegiatan sosialisasi di setiap kecamatan, Pemerintah Kota Sukabumi melalui Dinas Lingkungan Hidup secara telaten terus mengingatkan agar Jumsih dijadikan kegiatan rutin mingguan.

Satu bulan lalu, Wakil Wali Kota Sukabumi, H. Andri Setiawan Hamami mengingatkan pentingnya kebersihan bagi sebuah kota. Dalam paparannya disampaikan, Kota Sukabumi telah beberapa mendapat penghargaan Kalpataru, artinya kebersihan kota sebetulnya memang telah menjadi ciri Utama masyarakat kita.

Dalam Rapat Koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, dan Disporapar,  H. Andri Setiawan Hamami memaparkan gambaran umum beberapa permasalahan yang terjadi di sekitar atau Kawasan Lapang Merdeka  dan wilayah kota secara umum.

Penataan Kawasan Lapang Merdeka -misalnya- benar-benar memerlukan aturan yang mengikat. Kota Sukabumi dapat mengambil pelajaran penataan lingkungan yang telah dilakukan oleh kota-kota lain seperti Bandung dan Surabaya.

Penanganan kebersihan terutama permasalahan sampah tidak hanya dilakukan dengan pemasangan baligho dan ajakan saja, juga harus disikapi oleh ketegasan dalam menegakkan aturan yang tertuang di dalam Peraturan Daerah mengenai sanksi dan hukuman bagi siapa saja yang mengotori/membuang sampah sembarangan. Hal ini juga harus disertai oleh sikap sigap petugas di lapangan.

Salah satu rekomendasi rapat koordinasi tersebut yaitu penerbitan Surat Edaran terkait menggiatkan kembali Jum’at Bersih di wilayah.

H. Andri Setiawan Hamami memberikan kesimpulan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Pemkot Sukabumi terkait penataankebersihan lingkungan: Pemberian teguran persuasif kepada masyarakat  yang membuang sampah sembarangan bukan untuk menghukum mereka melainkan agar warga masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.

Ma Acih dan Jumsih


Pada tanggal 21 November 2018, Opini dengan judul Ma Acih dan Jumsih diterbitkan oleh Harian Radar Sukabumi mengupas gerakan Jumsih dan beberapa program kemasyarakatan di wilayah.





Ide cerdas Gubernur Jawa Barat - Kang Emil - agar setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat dapat melakukan kolaborasi setiap program merupakan sikap 'kebapakan' seorang gubernur kepada anak-anaknya di daerah. Kolaborasi program antara satu daerah dengan daerah lainnya merupakan upaya untuk mengikis tren "ngadu geulis" antar wilayah. Gubernur Jawa Barat sudah tentu menginginkan agar setiap kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat ini tidak jomplang dalam pencapaian program, visi, dan misinya. 

Jabar Juara akan terwujud jika setiap daerah yang ada di Jawa Barat benar-benar telah memiliki kesetaraan prestasi kebaikan dalam memajukan kabupaten dan kotanya masing-masing. Ide cerdas gubernur seperti ini memang seharusnya menular juga kepada setiap kepala daerah agar terlihat dalam setiap kebijakan daerah yang diterbitkannya. Kesetaraan baik pembangunan infrastruktur atau pembangunan sumber daya manusia di setiap kecamatan dan kelurahan harus benar-benar terejawantah.

Landasan berpijak kesetaraan bukan 'ngadu geulis' dalam pembangunan yaitu semangat gotong royong, satu terma yang tidak akan pernah ditemukan di mana pun kecuali di negara ini. Gotong royong telah melahirkan sebutan dan istilah-istilah seperti bahu membahu, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, dsb merupakan tradisi yang telah membumi bahkan mengakar dengan sejarah perjalanan masyarakat di negara ini. 

Saat kecil, saya dan beberapa teman sering membayangkan terma gotong royong ini sebagai sesosok mahluk  suci, baik, dan disenangi oleh masyarakat. Dikatakan sebagai tradisi masyarakat karena memang demikian adanya, pada tahun 1980-an penulis menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat di kampung halaman bergotong royong menancapkan seluruh tiang listrik bersama tentara melalui program AMD (ABRI Masuk Desa), tanpa diberi upah sedikit pun. Satu minggu sekali, warga masyarakat memberihkan lingkungan, membersihkan rumput liar di pinggir jalan berbatu, padahal waktu itu belum terlalu marak dengan sampah anorganik seperti sekarang.

Gerakan dan semangat gotong royong masyarakat ini merupakan kebiasaan tidak tertulis, telah terpatri di dalam alam bawah sadar masyarakat era 60-90-an. Karena telah menjadi semacam coding-programs yang tertanam dalam kehidupan maka kebijakan-kebijakan yang dilahirkan dan dikeluarkan oleh pemerintah pun cenderung bersifat swakarya dan menyentuh ranah gotong royong ini. Program Santri Raksa Desa (Sarasa) dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1996 para santri dikerahkan untuk mengurai permasalahan di masyarakat kemudian menyelesaikannya dengan pendekatan kearifan lokal. 

Masalah sosial yang dibidik antara lain bagaimana para santri dapat menggeliatkan kembali semangat gotong royong di masyarakat yang mulai terlihat terkikis oleh ego pribadi dan kelompok. Masih di tahun 90-an, kebiasaan masyarakat membersihkan lingkungan di hari Jum'at oleh pemerintah Provinsi diikuti oleh kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat dengan menerbitkan  Instruksi Jumsih (Jum'at Bersih). Dua program tersebut dapat dikatakan sangat berhasil. Keberhasilan program pemberdayaan (swadaya) disebabkan oleh hal penting karena program yang digagas dan dikeluarkan oleh pemerintah memang sesuai dengan akar dan tradisi masyarakat.

Dalam hal keuangan, pada tahun 1990-an pemerintah berhasil mengeluarkan kebijakan "Rereongan Sarupi", setiap siswa dibiasakan mendermakan uang sebesar seratus rupiah (Rp. 100,-), uang yang terkumpul disetorkan oleh sekolah kepada pemerintah daerah, selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi. Hasil dari "Rereongan Sarupi" tersebut digunakan oleh pemerintah sebagai Jaring Pengaman Sosial sederhana. Cikal bakal kelahiran Jaring Pengaman Sosial itu sebetulnya dari kebiasaan dan tradisi masyarakat gameinschaft (paguyuban) yang benar-benar mencirikan keharmonisan dan kekompakan.

Entahlah, program-program berbasis gotong royong dan mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan masyarakat itu tiba-tiba hilang sejak fajar reformasi. Masyarakat kehilangan program yang menyatukan visi mereka dengan narasi besar keagamaan: Rahmatan Lil 'Alamin. Membersihkan lingkungan tidak lagi dilakukan secara berjamaah melainkan dilakukan sendiri-sendiri. Tidak ada lagi terma Jumsih dalam bentuk aplikasi nyata. Desa- desa dan wilayah rural mulai menampakkan geliat sebentar lagi wilayah penyangga pangan ini akan menjadi wilayah industri atau diserbu oleh industrialisasi. Dan benar, terciptanya wilayah rural-urban merupakan salah satu ciri utama awal era reformasi. Masyarakat neo urban lebih memilih membershikan sepeda motor daripada menyabit rumput liar.

Sudah hampir dua dekade terma Jumsih itu hilang dalam kehidupan masyarakat. Program-program pemerintah yang dikeluarkan sejak awal reformasi pada dasarnya memang dimotivasi oleh kebaikan, tetapi acap kali program tersebut tidak berisisan dengan nilai azali masyarakat: homo homini socius. Program padat karya malah telah menempatkan masyarakat sebagai buruh baru, buruh harian lepas. Dapat dibayangkan, dengan lahirnya program-program pemberdayaan namun pada intinya men-tidakberdaya-kan masyarakat kita lebih sering mendengar masyarakat bertanya: ada buruhannya atau hanya kerja bhakti? Orang akan ogah-ogahan jika program bersifat kerja bhakti dan akan bersemangat jika proyek membersihkan selokan itu dibayar!

Dua bulan lalu, saya seolah dibawa kembali ke alam tahun 90-an saat Sekretaris Kecamatan Lembursitu, Aries Ariandi mengatakan di Kecamatan Lembursitu ada satu komunitas yang didirikan oleh masyarakat, memokuskan kegiatan mereka membersihkan sungai Cipelang dan Cimandiri. Komunitas tersebut menamakan dirinya Ma Acih (Masyarakat Aliansi Cipelang Cimandiri Bersih). 

Bulan September 2018, keberadaan komunitas tersebut menjadi salah satu penilaiain Lomba Kelurahan tingkat Provinsi dan Nasional. Saya belum mengenal dan mewancarai siapa saja para pelopor komunitas ini, tetapi paling tidak kelahiran komunitas pecinta lingkungan seperti Ma Acih ini dapat menjadi pembangkit alam bawah sadar masyarakat tentang semangat gotong royong yang telah lama tertidur (selama 20 tahun) ini.

Pemerintah Kota Sukabumi juga telah mengintsruksikan kembali Gerakan Jum'at Bersih di lingkungan masyarakat, pemukiman, tempat kerja, dan perkantoran. Instruksi Wali Kota Sukabumi tersebut mengajak agar kegiatan Jum'at Bersih (Jumsih) digiatkan kembali oleh seluruh lapisan masyarakat. Program file dan kode-kode program yang telah tertanam lama di dalam diri masyarakat yaitu gotong royong memang harus dihidupkan kembali. Warga Sukabumi baik sebagai masyarakat atau aparat sudah seharusnya memiliki visi dan misi bersama untuk membangun dan perduli kepada lingkungannya. Keberadaan Ma Acih dan Jumsih merupakan pemantik sel alam bawah sadar gotong royong yang telah lama tertidur.

Berita Audio




Kang Warsa
Staf Humas dan Protokoler (Sekpri) Wakil Wali Kota Sukabumi

Informasi Lainnya

Tak ada informasi apa pun di sini.
Berlangganan