Oktober 2017

Banyak sekali cerita –dari mulai dongeng, kisah, hingga sejarah- yang terjadi di bulan Oktober. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terbentuk di bulan ini setelah sebelumnya di awali dengan sebuah hari yang cukup sakral, Kesaktian Pancasila. Pada masa perang dingin, bulan Oktober dapat dikatakan telah menjadi bulan suci bagi kaum revolusioner Soviet, mereka akan mengenang keberhasilan kaum Bolshevik saat melakukan revolusi 26 Oktober 1917.

Lain halnya dengan salah satu kelompok band asal Bandung, Seurieus Band memberikan judul Bandung 19 Oktober kepada salah satu lagunya, saya pikir lagu ini cukup enak didengar atau dinikmati. Lagu ini dapat dipahami sebagai sebuah sikap, meminjam istilah dalam budaya Sunda: “Ambon Sorangan” seorang lelaki terhadap perempuan yang disukainya.

Di akhir bulan Oktober 2017, wacana-wacana yang berkembang di seputar urusan Pilkada dan tetek-bengek yang menyertainya semakin tampak mengerucut. Tokoh-tokoh atau orang-orang yang masuk ke dalam bursa pencalonan mulai muncul ke permukaan.

Partai-partai politik –dapat kita saksikan- telah melakukan berbagai lobi dan pendekatan disertai kajian-kajian terhadap langkah-langkah strategis untuk mengusung tokoh yang dimungkinkan tepat untuk didukung dalam Pilkada.

Salah seorang sahabat saya, kebetulan dia selalu terlibat dalam beberapa survey tentang ke-pemilu-an, Isra Yanuar Giu mengirimkan pesan melalui layanan whatsapp kepada saya. Karena sudah lama –sekitar enam bulan- tidak bertemu dengannya saya mengiyakan undangannya mengobrol di Nongki Zone, selanjutnya kami mengobrol panjang dan lebar di areal Santa Sea.

Dalam pertemuan tersebut dia memperlihatkan hasil survey popularitas dan elektabilitas beberapa tokoh terkait kemungkinan pencalonan dalam Pilkada Kota Sukabumi 2018. Survey yang dilakukan oleh Talungtik Institue, lembaga survey yang didirikannya, menunjukkan masyarakat Kota Sukabumi mengharapkan dalam Pilkada 2018 muncul calon-calon yang santun, jujur, bersih, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Saya pikir harapan setiap masyarakat memang seperti itu.

Simulasi yang diperlihatkan terkait pasangan calon, angka-angka dari hasil survey tersebut memperlihatkan jika Kang Fahmi dipasangkan dengan H. Andri Setiawan Hamami menunjukkan tingkat elektabilitas yang cukup tinggi. Bagi saya dan Isra – saya menyebutnya Isro- hasil survey merupakan diagnosa awal terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat saja terjadi.

Para veteran Pilkada 2013 seperti Mulyono dan Jona Arizona juga menyumbangkan angka popularitas yang cukup signifikan dalam hasil survey itu, tetapi angka elektabilitas kedua politisi tersebut memang seharusnya terus ditingkatkan selama beberapa bulan ke depan oleh partainya.

Dari pembicaraan itu ditarik satu kesimpulan: bakal calon Pilkada Kota Sukabumi 2018 nanti memang harus memenuhi kriteria seperti dalam hasil survey tersebut. Ketepatan dalam memilih calon pasangan benar-benar menjadi semacam ‘topik’ serius yang harus dipikirkan oleh berbagai pihak, terutama para politisi di Kota Sukabumi.

Yang jelas, masyarakat Kota Sukabumi mengharapkan hadirnya pemimpin yang berjiwa muda, santun, dan memegang prinsip atau norma keagamaan. Dan di akhir pertemuan itu saya berkata: issue-issue keagamaan seperti yang pernah terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta sama sekali tidak akan pernah ‘laku’ dan sama sekali tidak akan pernah digubris oleh masyarakat Kota Sukabumi. Pasangan calon di kemudian hari harus benar-benar merefleksikan sikap alim, santun dan melayani, itu saja.

Penentuan pasangan calon, siapa yang harus dipasangkan, dan partai mana yang akan mengusung pasangan calon merupakan sebuah dinamika pra penyelenggaraan Pilkada Kota Sukabumi 2018.

Orang-orang yang biasa berkumpul di Rumah Kaum seperti Eko Purwanto, Rian Suryana, Ade Munhiar, dan saya sendiri meskipun bukan orang-orang yang terjun langsung ke dalam dunia politik praktis tapi dapat melihat fenomena dan gejala politik yang sedang mewacana di Kota Sukabumi ini harus segera disikapi.

Bukan sekadar menunjukkan ‘kepedean’ sikap jika segalanya memang akan kembali ke kaum tapi harus benar-benar dijawab bukan hanya oleh obrolan warung kopi tapi juga jawaban dari H. Andri Setiawan Hamami sendiri.

Fiek Khaerudin – saya biasa memanggilnya Opik - datang ke kaum membawa formulir pendaftaran bakal pencalonan yang telah dibuka oleh Partai Gerakan Indonesia Raya. Syarat yang harus dipenuhi oleh para pendaftar adalah formulir isian biodata bakal calon dan visi misi bakal calon.

Namun saya sering berpikir berdasarkan hasil survey yang sebelumnya telah saya interpretasikan: Pilkada memang jauh berbeda dengan Pileg, masyarakat benar-benar akan melihat secara selektif terhadap figuritas atau ketokohan calon dalam Pilkada.

Hasil beberapa survey yang dilakukan oleh partai politik saja menunjukkan angka loyalitas kader partai terhadap pilihan dalam Pilkada menunjukkan angka 100%, paling tinggi 63%, artinya pilihan akan benar-benar berubah seketika, bisa saja berubah saat pemilih memberikan hak pilihnya di TPS nanti dan tidak sepenuhnya kader atau simpatisan satu partai politik akan memilih pasangan calon yang diusung oleh partai politik itu.

Pulang dari Rumah Kaum, saya langsung menyalakan laptop, memutar Seurieus Band: Bandung, 19 Oktober:

Walau lelah ku coba 
Tuk menggapai hatimu 
Rindu slalu mengganggu 
Tuk selalu dekatmu

Adakah kau merasa 
Hangatnya tatapanku 
Oh manisnya senyummu 
Dan kau bukan milikku

Sgala yang ku beri 
Tak pernah berarti 
Berat terasa 
Habiskan darahku 
Menusuk tulangku 
Yang lelah

Oh kasih 
Jangan kau buang cintaku 
Oh kasih 
Tabahkanlah aku

Kang Warsa Tim Riset dan Data Faham

Informasi Lainnya

Tak ada informasi apa pun di sini.
Berlangganan