Saya membuat judul tulisan ini -sengaja- dalam bentuk kalimat pertanyaan karena sepanjang perjalanan sejarah Pilkada, Pileg, dan Pilpres keberadaan saksi di TPS atau tempat pemungutan suara seolah hanya dijadikan pelengkap saja selama proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Keberadaan saksi TPS terlihat pada beberapa pemilu di era reformasi ini hanya difungsikan duduk manis di bangku yang disediakan oleh KPPS kemudian mengawasi sah dan tidaknya surat suara saat penghitungan. Itu pun -kadang- hanya mengikuti apa yang dinyatakan sah atau tidak sah baik oleh KPPS atau saksi lainnya.
Kesadaran semakin pentingnya peran saksi di TPS dalam penyelenggaraan telah muncul paska Pilkada Tahun 2013 lalu. Saksi yang seharusnya membawa Model C1-KWK dari TPS kepada koordinator saksi atau tim pemenangan, toch masih jauh dari harapan. Pada akhirnya, setiap tim kampanye mencari-cari keberadaan C1 yang sangat dibutuhkan selama proses rekapitulasi perolehan suara.
Beberapa tahun lalu, saya berbincang-bincang dengan salah seorang teman (salah seorang anggota KPU), dari perbincangan tersebut keluar satu pemikiran bahwa saksi yang diberi mandat oleh partai atau paslon memang seharusnya diberi pembekalan terlebih dahulu sebelum mereka terjun ke lapangan. Tentu saja, proses pendidikan dan pelatihan kepada para saksi menyoal materi-materi kepemiluan terutama saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Ketika masih menjadi salah seorang staf di KPU Kota Sukabumi, saya sering mengingatkan teman-teman yang berkiprah di partai politik atau kepada para tim pemenangan pasangan calon, saksi di TPS harus cerdas agar setiap persoalan dan permasalan yang terjadi di TPS dapat diselesaikan saat itu juga, tidak berlarut-larut harus diselesaikan ke tingkat selanjutnya, PPS dan PPK apalagi sampai ke KPU.
Selama enam hari berturut-turut, saya telah menyiapkan materi-materi pembekalan dan pelatihan saksi dalam Buku Saku Saksi Pilkada 2018 dan Buku Panduan bagi tutor pelatihan. Respon positif terlihat dari para calon saksi. Terlebih lagi, H. Andri Setiawan Hamami, calon Wakil Walikota Sukabumi sering memberikan sulutan semangat kepada mereka bahwa para saksi di TPS merupakan ujung tombak kemenangan Faham.
Saksi perlu dididik dan dilatih agar mereka benar-benar mengetahui peran, tugas, dan fungsinya di TPS nanti. Tidak hanya mengetahui peristiwa dan kejadian di sekitar -areal- TPS saja, lebih dari itu, pra pemungutan suara, saksi harus mengenal teroterial dan medan (kekuatan politik) di daerah tersebut. Dengan bahasa sederhana dapat dikatakan saksi merupakan kader teroterial wilayah.
Biaya untuk melibatkan para saksi dalam "pertempuran" Pilkada tentu tidak kecil, dapat dikalkulasikan anggaran dalam proses rekruitmen sebanyak 527 orang saksi saja membutuhkan biaya hingga 50-100 jt, biaya pelatihan dan insentif sampai hari pemungutan suara dapat diestimasikan sampai 300 juta lebih. Artinya, dengan anggaran yang cukup besar ini, tentu saja peran saksi di TPS harus berbanding lurus dengan biaya yang telah dikeluarkan tersebut. Jangan sampai ada istilah saksi hanya"pelanga-pelongo" saja di TPS. [ ]
Kang Warsa