Gagasan Ekonomi Kerakyatan H. Andri Hamami

Dua peristiwa – saya pikir – keduanya penting untuk ditulis, pertama Hari Sumpah Pemuda. Kedua, Hari Pahlawan. Sukabumi Update memposting tulisan saya tentang Sumpah Pemuda dengan Judul Tafsir Kontekstual Sumpah Pemuda.

Tentu saja di dalam tulisan ini saya tidak akan mengelaborasi dua hal yang memiliki sifat dan peristiwa bersejarah, kecuali akan memaparkan kegiatan yang diselenggarakan dalam mengisi peristiwa bersejarah itu.

Pada tanggal 28 Oktober 2017, dua minggu lalu, untuk mengokohkan jiwa kebangsaan para pemuda dan generasi muda di Kota Sukabumi telah diselenggarakan acara dengan tema kebangsaan di Gedung Juang’45 atas prakarsa elemen-elemen yang ada di Kota Sukabumi terutama Kodim 0607 dan IMWI .

H. Andri Setiawan Hamami diundang sebagai salah seorang pemateri dalam acara tersebut. Beliau diberi kesempatan untuk memaparkan upaya penanggulangan radikalisme melalui perekonomian rakyat. Saya pikir, materi ini memang cocok disampaikan oleh seseorang yang memang berkecimpung langsung di dalam dunia usaha seperti H. Andri Hamami.

Sangat rasional acara tersebut mengambil sub-tema upaya pencegahan radikalisme, dan lebih membumi lagi bahwa pencegahan radikalisme tidak sekadar dilakukan melalui sosialisasi hingga infiltrasi paham kebangsaan kepada generasi muda saja, juga harus diimbangi oleh upaya-upaya nyata pengenalan secara dini akar masalah munculnya radikalisme.

Dalam paparan tentang konsep pemberdayaan ekonomi kerakyatan -selama satu jam- H. Andri Hamami memulainya dengan sebuah pernyataan yang sering dikutip oleh siapa pun yang konsern terhadap kondisi bangsa: kemiskinan dapat mengakibatkan seseorang terjatuh ke dalam kekufuran.

Kekufuran jika ditafsirkan secara kontekstual –tidak bermaksud mengesampingkan landasan teologis- yaitu jika seseorang telah mengambil paham atau ajaran lain yang tidak sesuai dengan keperibadian bangsa dan nilai-nilai Pancasila.

Kekufuran ini akan semakin besar dan tumbuh di daerah-daerah yang kurang memiliki sumberdaya baik alam maupun manusia. Radikalisme dan ideology kekerasan muncul dari kelompok-kelompok yang merasa dirinya bukan bagian dari bangsa ini (out of group). Dengan sangat mudah, apalagi generasi muda, dapat terbujuk untuk melakukan perbaikan dan memperbaiki kondisi suatu bangsa meskipun melalui cara-cara kekerasan, suatu cara yang bertolak-belakang dengan nilai kemanusiaan.

Tetapi, di suatu negara atau daerah yang telah mapan perekonomiannya, paham-paham radikalisme yang mengancam eksistensi suatu bangsa sangat minim sekali. Meskipun, kekerasan itu sendiri sebetulnya tidak dapat dihilangkan, sebab secara factual, di negara manapun akan selalu lahir kesenjangan antara orang yang telah mapan dan orang-orang yang belum mapan.

Membangkitkan dan mengembangkan ekonomi kerakyatan bukan pekerjaan mudah, sebab persoalan ini akan selalu berbanding lurus dengan etos kerja generasi muda itu sendiri. Sampai sekarang, etos kerja bangsa kita sendiri masih belum maksimal jika dibandingkan dengan negara-negara yang telah maju.

H. Andri Hamami telah memulai langkah strategis dalam upaya peningkatan perekonomian masyarakat Sukabumi, dengan sangat telaten dan terus-menerus mewacanakan hingga merealisasikan pentingnya setiap desa dan kelurahan memiliki sebuah badan usaha yang berbadan hukum seperti BUMDes yang telah berdiri di desa-desa.

Desentraliasi memiliki arti setiap warga negara dapat berperan aktif dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini, terutama dalam upaya peningkatan perekonomian. Badan atau lembaga usaha yang telah dibangun oleh H. Andri Hamami bersama para Relawan KAMI yang memiliki sistem hampir sama dengan BUMDes yaitu Warung Kami.

Harapan yang selalu ada dalam diri H. Andri Hamami sebagai salah seorang pengusaha muda adalah lahirnya kaum entrepreuneur baru di Kota Sukabumi. Dengan tanpa menyederhanakan persoalan dan permasalahan yang ada, Indeks Pembangunan Manusia di Kota Sukabumi dapat meningkat melalui pengembangan di sektor perekonomian.

Gagasan kebangkitan perekonomian kerakyatan ini selalu dibicarakan oleh H. Andri Setiawan Hamami di setiap kesempatan. Enam tahun lalu, H. Andri Hamami memberikan materi kewirausahaan di Kampus STIE Kota Sukabumi, dua tahun lalu mengaplikasikan gagasan perekonomian bagi mahasiswa di Kampus IMWI. Di IMWI, H. Andri Hamami tidak memberikan ujian tertulis kepada para mahiswa sebagai tugas akhir, melainkan mendorong agar mahasiswa membuat kelompok dan membuka lapangan usaha, misalnya di bidang usaha kuliner.

Hal di atas sebetulnya strategi-strategi yang telah dilakukan oleh negara-negara lain. Israel saja, dalam menentukan kelulusan seorang sarjana tidak hanya berdasarkan penyelesaian tugas akhir , melakukan penelitian, dan diuji dalam sidang skripsi-tesis-disertasi, kecuali memberikan tugas kepada seorang mahasiswa untuk membuka usaha baru dan setiap mahasiswa diharuskan mengambil keuntungan dari usahanya itu. Jika telah terpenuhi, mahasiswa tersebut telah dapat disebut lulus.

-Kang Warsa-

Informasi Lainnya

Tak ada informasi apa pun di sini.
Berlangganan