Kisah-kisah Keluarga Hamami (Bagian 3)

KISAH-kisah Keluarga Hamami berasal dari beberapa wawancara dengan orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Keluarga Hamami dan berdasarkan studi kepustakaan (library research). Bagian-bagian dalam tulisan ini akan terus diupdate hingga terkumpul menjadi sebuah kisah utuh sebagai bentuk sejarah sampingan dalam bingkai His Story. -Kang Warsa (Penulis)-.

Kontribusi H. Oting di Masa Revolusi

DI  awal kemerdekaan, H. Oting memiliki kontribusi yang tidak kecil, salah satunya dengan mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh kelompok  Cikiray, sebuah  kelompok  yang menghendaki agar kekuasaan dari Jepang diambil alih sesegera mungkin. Kelompok ini dinamakan Cikiray karena selalu melakukan pertemuan di rumah Sipatuhar, salah seorang yang tergabung dalam kelompok ini. Masa ini, baik secara nasional atau daerah merupakan masa revolusi, di mana perubahan dalam berbagai hal berlangsung secara cepat, drastis, dan segera. Misalnya, pengambilalihan  kekuasaan dari pemerintah sebelumnya.
Kontribusi H. Oting dalam perjuangan kemerdekaan tidak sebatas setelah pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tidak dengan serta merta diikuti oleh pengakuan Belanda atas kedaulatan negara baru merdeka itu. Dengan alasan membebaskan para interniran tentara Belanda yang ditahan oleh Jepang selama 3.5 tahun di daerah Ubrug, Warungkiara dan Bojonglopang, Belanda membonceng tentara sekutu memasuki kembali Indonesia. Jalur utama – untuk memasuki Sukabumi - yang akan dilalui oleh tentara sekutu bersama tentara Belanda yang membonceng kepada mereka yaitu; Cigombong-Parungkuda-Cibadak-Sukabumi.  Tentara sekutu melakukan konvoi panjang untuk memasuki  Sukabumi.
Semua pejuang, gabungan laskar-laskar perjuangan dari berbagai unsur memiliki pandangan yang sama terhadap ‘pelecehan’ yang dilakukan oleh tentara sekutu bersama Belanda yang berani menginjakkan kembali kaki mereka ke dalam negara yang telah merdeka. Rakuat Sukabumi menyatakan tekad untuk bersatu melawan sekutu dan Belanda. Semua menyepakati,  sesuai  hasil  koordinasi  efektif  antara para komandan tiap badan perjuangan, maka kekuatan perjuangan di Sukabumi akhirnya dapat disatukan menjadi satu kekuatan untuk menggagalkan misi tentara sekutu dan Belanda demi alasan pembebasan interniran
Perjuangan yang dilakukan oleh tiap badan perjuangan di Bojongkokosan merupakan sinyal kuat terhadap tentara sekutu dan Belanda yang ada di Jakarta tentang pentingnya menghargai negara yang telah merdeka dan memiliki kedaulatan. Tetapi, peristiwa Bojongkokosan merupakan jendela masuk meletusnya perjuangan dan revolusi-revolusi lain di tiga wilayah perbatasan Bogor-Sukabumi-Cianjur.
Para pejuang Sukabumi yang bertempur di Bojongkokosan tidak sepenuhnya dapat menghalau konvoi tentara sekutu dan Belanda. Melalui jalur Cibadak-Cisaat-Sukabumi, tentara sekutu dapat memasuki  Kota Sukabumi. Masuknya mereka ke Kota Sukabumi  semakin menambah keyakinan semua badan dan laskar perjuangan bahwa pembebasan para interniran oleh sekutu dan Belanda hanya siasat licik saja untuk mengkooptasi wilayah-wilayah yang telah lama dikuasai oleh Belanda baik secara politik maupun ekonomi.
Semua badan perjuangan yang telah menempati posisi-posisi sesuai dengan daerah tugasnya tidak hanya memberikan dukungan moril kepada teman-teman seperjuangan yang ada di Kota Sukabumi.  Untuk melakukan serangan pada malam hari terhadap sekutu yang sudah memasuki Kota Sukabumi, menggunakan taktik kirikumi. [1]
Bersama Kol. Abu Bakar, H. Oting menjadi bagian dari pasukan tempur gerilyawan kota untuk melumpuhkan tentara sekutu dan Belanda. [2] Dalam sebuah gerakan gerilya kota untuk melumpuhkan pasukan sekutu dan Belanda itu, H. Oting berperan sebagai salah seorang pejuang dari beberapa kompi dari badan-badan perjuangan yang ditempatkan sebagai seorang tentara yang melakukan penyerangan secara frontal dari jarak jauh. Selain memiliki para penyerang frontal dari jarak jauh, tiap kompi yang disiapkan di dalam Kota Sukabumi diharuskan memiliki sebanyak sepuluh orang pelempar granat untuk melumpuhkan pasukan sekutu dan Belanda dari jarak dekat.
Kesiapan badan-badan perjuangan di Sukabumi juga disempurnakan oleh pasukan berani mati para pejuang pengguna senjata tajam, mereka terdiri dari para anggota TKR dan Hizbullah, Sabilillah, Banteng, dan barisan perjuangan lainnya. Tugas pasukan ini yaitu melumpuhkan pasukan sekutu dan Belanda yang tercecer dari konvoi mereka.
Situasi perkembangan politik di Sukabumi sering didiskusikan oleh dan antara tokoh dari berbagai ideologi, Letkol Eddie Soekardi, Abu Hanifah, Mr. Syamsudin,[3] bersama tokoh pejuang lain salah seorang di antaranya yaitu H. Oting. Dalam setiap diskusi panjang itu,  para tokoh menyampaikan informasi tentang kondisi politik baik skala nasional atau lokal. Mr. Sjamsoedin yang di kemudian hari menjabat sebagai Walikota Sukabumi memiliki informasi akurat tentang perkembangan politik nasional yang berimbas pada daerah seperti Sukabumi. Informasi tersebut didapat oleh Mr. Sjamsoedin  dari teman-teman seperjuangannya yang berada di Jakarta.
Dalam menghadapi kekuatan sekutu dan Belanda yang datang ke Sukabumi demi alasan membebaskan interniran itu, badan-badan perjuangan yang ada di Sukabumi mau tidak mau harus bersatu, tidak mementingkan kepentingan kelompok, hal itu disebabkan oleh lahirnya badan-badan perjuangan di Sukabumi memang berasal dari tekad rakyat sendiri. Setiap badan perjuangan telah memahami tugas-tugas yang diberikan kepada mereka karena konsolidasi dan komunikasi antara pimpinan badan perjuangan secara intensif terus dilakukan. Dalam disertasi Sukabumi Masa Revolusi 1945-1946, Sulasman mendeskripsikan secara detil tugas utama badan- badan perjuangan itu. [4]  
Dengan adanya konsolidasi dan komunikasi efektif antar para pimpinan badan perjuangan di Sukabumi telah  menjadikan perlawanan terhadap tentara sekutu dan Belanda  lebih efektif dan tepat sasaran.
Kondisi di Sukabumi saat masa revolusi fisik sebagai akibat kedatangan sekutu ini memang tidak serta merta menjadikan masyarakat Sukabumi memahami persoalan yang berlangsung. Para tokoh perjuangan seperti H. Oting secara terus-menerus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang dilakukan oleh para pejuang Sukabumi itu benar-benar satu ikhtiar yang tepat dan dilakukan untuk mengusir dan memberikan peringatan keras terhadap Belanda yang masih memiliki tekad tidak baik terhadap negara ini, terutama Sukabumi.
Melalui upaya penyadaran oleh para tokoh pejuang dan setiap badan perjuangan inilah masyarakat Sukabumi terutama mereka yang berdomisili pada radius sasaran pejuang gerilya kota semakin memahami arti penting perjuangan, bukan sekadar ikut atau berpartisipasi berjuang, juga menyediakan dan memberikan akses jalan dan tempat pengintaian di rumah-rumah kepada badan perjuangan itu.
Tentara sekutu dan Belanda yang tercecer memasuki wilayah kota merupakan tentara-tentara yang benar-benar  kalang  kabut dan tunggang-langgang setelah mereka diserang dengan cara tiba-tiba oleh pejuang-pejuang Sukabumi di sepanjang jalur Cicurug-Bojongkokosan-Cibadak.
Pada akhirnya, alasan mereka untuk membebaskan para interniran atau tahanan di wilayah Warungkiara, Bojonglopang, dan Ubrug itu sama sekali tidak tercapai. Untuk membalas  atas sikap para pejuang Sukabumi, pertempuran-pertempuran selama masa revolusi tahun 1945-1946 terus berlanjut di daerah-daerah vital seperti jalur Cianjur-Gekbrong-Sukaraja.




[1] Kirikumi adalah taktik penyerangan terhadap konvoi sekutu yang berada ditengah-tengah kota, di mana penyerangan dilakukan pada malam hari dari jarak dekat, oleh tiga atau empat orang bersenjatakan Granat. Dalam  setiap kompi harus mempunyai 10 orang pelempar granat yang mahir. Terhadap konvoi-konvoi sekutu yang lebih besar, serangan ditambah oleh serangan frontal jarak jauh. Sedangakan untuk konvoi sekutu yang tercecer, digunakan senjata-senjata tajam dari anggota TKR dibantu dan bekerjasama dengan Barisan  Hizbullah, Sabilillah, Banteng, dan barisan perjuangan lainnya. Lihat Sulasman, Sukabumi Masa Revolusi, hal. …
[2] Wawancara dengan Wawan Setiawan Tanggal, September 2017.
[3] Dinobatkan sebagai Walikota Sukabumi paska Indonesia Merdeka.
[4] Dalam bidang persenjataan, dilakukan peningkatan produktifitas pabrik senjata Barata yang dipimpin oleh Saleh Norman, untuk memperbaiki senjata senjata yang rusak, serta membuat granat tangan sebanyak mungkin. Selain memperbaiki senjata, diusahakan mendapatkan senjata baik itu dari Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Atas usaha Kapten Saleh Norman, bagian senjata - dalam jangka waktu dua bulan -  dapat mengumpulkan berbagai jenis senjata kurang lebih 200 pucuk senjata, seperti senjata otomatis Sten Gun, Lewis, Kelkikanju, Bren. Selain itu juga dikumpulkan berbagai jenis pistol seperti Colt Browning, Smith and Wesson, Parabellum dan Mauser, Kemudian Land-Mine atau ranjau darat “Bom Batok”. Selain telah memiliki, kemudian sebagian lagi dikirim dari Bandung. Lihat Sulasman, Sukabumi Masa Revolusi…, hal. .

Informasi Lainnya

Berlangganan