Kontribusi H. Oting di Masa Revolusi
DI awal
kemerdekaan, H. Oting memiliki kontribusi yang tidak kecil, salah satunya
dengan mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh kelompok Cikiray, sebuah kelompok yang menghendaki agar kekuasaan dari Jepang
diambil alih sesegera mungkin. Kelompok ini dinamakan Cikiray karena selalu
melakukan pertemuan di rumah Sipatuhar, salah seorang yang tergabung dalam
kelompok ini. Masa ini, baik secara nasional atau daerah merupakan masa
revolusi, di mana perubahan dalam berbagai hal berlangsung secara cepat, drastis,
dan segera. Misalnya, pengambilalihan kekuasaan
dari pemerintah sebelumnya.
Kontribusi
H. Oting dalam perjuangan kemerdekaan tidak sebatas setelah pengambilalihan
kekuasaan dari Jepang. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17
Agustus 1945 tidak dengan serta merta diikuti oleh pengakuan Belanda atas
kedaulatan negara baru merdeka itu. Dengan alasan membebaskan para interniran tentara Belanda yang ditahan
oleh Jepang selama 3.5 tahun di daerah Ubrug, Warungkiara dan Bojonglopang,
Belanda membonceng tentara sekutu memasuki kembali Indonesia. Jalur utama –
untuk memasuki Sukabumi - yang akan dilalui oleh tentara sekutu bersama tentara
Belanda yang membonceng kepada mereka yaitu;
Cigombong-Parungkuda-Cibadak-Sukabumi. Tentara
sekutu melakukan konvoi panjang untuk memasuki Sukabumi.
Semua
pejuang, gabungan laskar-laskar perjuangan dari berbagai unsur memiliki
pandangan yang sama terhadap ‘pelecehan’ yang dilakukan oleh tentara sekutu
bersama Belanda yang berani menginjakkan kembali kaki mereka ke dalam negara
yang telah merdeka. Rakuat Sukabumi menyatakan tekad untuk bersatu melawan
sekutu dan Belanda. Semua menyepakati, sesuai
hasil koordinasi efektif antara para komandan tiap badan perjuangan,
maka kekuatan perjuangan di Sukabumi akhirnya dapat disatukan menjadi satu
kekuatan untuk menggagalkan misi tentara sekutu dan Belanda demi alasan
pembebasan interniran.
Perjuangan
yang dilakukan oleh tiap badan perjuangan di Bojongkokosan merupakan sinyal
kuat terhadap tentara sekutu dan Belanda yang ada di Jakarta tentang pentingnya
menghargai negara yang telah merdeka dan memiliki kedaulatan. Tetapi, peristiwa
Bojongkokosan merupakan jendela masuk meletusnya perjuangan dan
revolusi-revolusi lain di tiga wilayah perbatasan Bogor-Sukabumi-Cianjur.
Para
pejuang Sukabumi yang bertempur di Bojongkokosan tidak sepenuhnya dapat
menghalau konvoi tentara sekutu dan Belanda. Melalui jalur
Cibadak-Cisaat-Sukabumi, tentara sekutu dapat memasuki Kota Sukabumi. Masuknya mereka ke Kota
Sukabumi semakin menambah keyakinan
semua badan dan laskar perjuangan bahwa pembebasan para interniran oleh sekutu dan Belanda hanya siasat licik saja untuk
mengkooptasi wilayah-wilayah yang telah lama dikuasai oleh Belanda baik secara
politik maupun ekonomi.
Semua
badan perjuangan yang telah menempati posisi-posisi sesuai dengan daerah
tugasnya tidak hanya memberikan dukungan moril kepada teman-teman seperjuangan
yang ada di Kota Sukabumi. Untuk
melakukan serangan pada malam hari terhadap sekutu yang sudah memasuki Kota
Sukabumi, menggunakan taktik kirikumi.
[1]
Bersama
Kol. Abu Bakar, H. Oting menjadi bagian dari pasukan tempur gerilyawan kota
untuk melumpuhkan tentara sekutu dan Belanda. [2]
Dalam sebuah gerakan gerilya kota untuk melumpuhkan pasukan sekutu dan Belanda
itu, H. Oting berperan sebagai salah seorang pejuang dari beberapa kompi dari
badan-badan perjuangan yang ditempatkan sebagai seorang tentara yang melakukan
penyerangan secara frontal dari jarak jauh. Selain memiliki para penyerang
frontal dari jarak jauh, tiap kompi yang disiapkan di dalam Kota Sukabumi
diharuskan memiliki sebanyak sepuluh orang pelempar granat untuk melumpuhkan
pasukan sekutu dan Belanda dari jarak dekat.
Kesiapan
badan-badan perjuangan di Sukabumi juga disempurnakan oleh pasukan berani mati
para pejuang pengguna senjata tajam, mereka terdiri dari para anggota TKR dan
Hizbullah, Sabilillah, Banteng, dan barisan perjuangan lainnya. Tugas pasukan
ini yaitu melumpuhkan pasukan sekutu dan Belanda yang tercecer dari konvoi
mereka.
Situasi
perkembangan politik di Sukabumi sering didiskusikan oleh dan antara tokoh dari
berbagai ideologi, Letkol Eddie Soekardi, Abu Hanifah, Mr. Syamsudin,[3]
bersama tokoh pejuang lain salah seorang di antaranya yaitu H. Oting. Dalam
setiap diskusi panjang itu, para tokoh
menyampaikan informasi tentang kondisi politik baik skala nasional atau lokal.
Mr. Sjamsoedin yang di kemudian hari menjabat sebagai Walikota Sukabumi
memiliki informasi akurat tentang perkembangan politik nasional yang berimbas
pada daerah seperti Sukabumi. Informasi tersebut didapat oleh Mr. Sjamsoedin dari teman-teman seperjuangannya yang berada
di Jakarta.
Dalam
menghadapi kekuatan sekutu dan Belanda yang datang ke Sukabumi demi alasan
membebaskan interniran itu,
badan-badan perjuangan yang ada di Sukabumi mau tidak mau harus bersatu, tidak
mementingkan kepentingan kelompok, hal itu disebabkan oleh lahirnya badan-badan
perjuangan di Sukabumi memang berasal dari tekad rakyat sendiri. Setiap badan
perjuangan telah memahami tugas-tugas yang diberikan kepada mereka karena
konsolidasi dan komunikasi antara pimpinan badan perjuangan secara intensif
terus dilakukan. Dalam disertasi Sukabumi Masa Revolusi 1945-1946, Sulasman mendeskripsikan
secara detil tugas utama badan- badan perjuangan itu. [4]
Dengan
adanya konsolidasi dan komunikasi efektif antar para pimpinan badan perjuangan
di Sukabumi telah menjadikan perlawanan
terhadap tentara sekutu dan Belanda
lebih efektif dan tepat sasaran.
Kondisi
di Sukabumi saat masa revolusi fisik sebagai akibat kedatangan sekutu ini
memang tidak serta merta menjadikan masyarakat Sukabumi memahami persoalan yang
berlangsung. Para tokoh perjuangan seperti H. Oting secara terus-menerus
memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang dilakukan oleh para
pejuang Sukabumi itu benar-benar satu ikhtiar yang tepat dan dilakukan untuk
mengusir dan memberikan peringatan keras terhadap Belanda yang masih memiliki
tekad tidak baik terhadap negara ini, terutama Sukabumi.
Melalui
upaya penyadaran oleh para tokoh pejuang dan setiap badan perjuangan inilah
masyarakat Sukabumi terutama mereka yang berdomisili pada radius sasaran
pejuang gerilya kota semakin memahami arti penting perjuangan, bukan sekadar
ikut atau berpartisipasi berjuang, juga menyediakan dan memberikan akses jalan
dan tempat pengintaian di rumah-rumah kepada badan perjuangan itu.
Tentara
sekutu dan Belanda yang tercecer memasuki wilayah kota merupakan
tentara-tentara yang benar-benar kalang kabut dan tunggang-langgang setelah mereka
diserang dengan cara tiba-tiba oleh pejuang-pejuang Sukabumi di sepanjang jalur
Cicurug-Bojongkokosan-Cibadak.
Pada
akhirnya, alasan mereka untuk membebaskan para interniran atau tahanan di wilayah Warungkiara, Bojonglopang, dan
Ubrug itu sama sekali tidak tercapai. Untuk membalas atas sikap para pejuang Sukabumi,
pertempuran-pertempuran selama masa revolusi tahun 1945-1946 terus berlanjut di
daerah-daerah vital seperti jalur Cianjur-Gekbrong-Sukaraja.
[1] Kirikumi adalah
taktik penyerangan terhadap konvoi sekutu yang berada ditengah-tengah kota, di
mana penyerangan dilakukan pada malam hari dari jarak dekat, oleh tiga atau
empat orang bersenjatakan Granat. Dalam
setiap kompi harus mempunyai 10 orang pelempar granat yang mahir.
Terhadap konvoi-konvoi sekutu yang lebih besar, serangan ditambah oleh serangan
frontal jarak jauh. Sedangakan untuk konvoi sekutu yang tercecer, digunakan
senjata-senjata tajam dari anggota TKR dibantu dan bekerjasama dengan
Barisan Hizbullah, Sabilillah, Banteng,
dan barisan perjuangan lainnya. Lihat Sulasman, Sukabumi Masa Revolusi, hal. …
[2] Wawancara dengan
Wawan Setiawan Tanggal, September 2017.
[3] Dinobatkan
sebagai Walikota Sukabumi paska Indonesia Merdeka.
[4] Dalam bidang
persenjataan, dilakukan peningkatan produktifitas pabrik senjata Barata yang
dipimpin oleh Saleh Norman, untuk memperbaiki senjata senjata yang rusak, serta
membuat granat tangan sebanyak mungkin. Selain memperbaiki senjata, diusahakan
mendapatkan senjata baik itu dari Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Atas usaha Kapten
Saleh Norman, bagian senjata - dalam jangka waktu dua bulan - dapat mengumpulkan berbagai jenis senjata
kurang lebih 200 pucuk senjata, seperti senjata otomatis Sten Gun, Lewis, Kelkikanju, Bren. Selain itu juga dikumpulkan
berbagai jenis pistol seperti Colt
Browning, Smith and Wesson, Parabellum dan Mauser,
Kemudian Land-Mine atau ranjau darat
“Bom Batok”. Selain telah memiliki, kemudian sebagian lagi dikirim dari Bandung.
Lihat Sulasman, Sukabumi Masa Revolusi…, hal.
.